Ruangangkasa.com – Materi gelap merupakan salah satu misteri mendalam dalam ilmu fisika dan astronomi. Jenis materi ini tidak dapat diidentifikasi melalui deteksi radiasi yang dipancarkan atau diserap, namun dampaknya sangat nyata. Meskipun tak terlihat, keberadaan materi gelap dapat diindikasikan melalui efek gravitasi yang ia timbulkan terhadap materi-materi lain yang tampak, seperti bintang-bintang dan galaksi. Fenomena ini telah memicu upaya besar untuk memahami sifat dan komposisi materi gelap, serta dampaknya terhadap evolusi dan struktur alam semesta. Dengan teknologi dan penelitian yang terus berkembang, para ilmuwan berharap suatu hari nanti dapat mengungkap rahasia di balik materi gelap dan menguak lebih banyak tentang alam semesta yang kompleks ini.
Terima kasih telah membaca artikel ini, jangan lupa untuk berlangganan artikel!

Dalam jurnal Nature Astronomy yang berjudul “Direct detection of ultralight dark matter bound to the Sun with space quantum sensors.” mengutarakn perihal sifat materi gelap yang dapat dipelajari dari jam atom di atas pesawat ruang angkasa di dalam orbit Merkurius dan sangat dekat dengan Matahari.
Baca juga: Dragonfly 44, Galaksi dengan 99,99 Persen Materi Gelap
Materi gelap membentuk lebih dari 80 persen massa di alam semesta ini. Akan tetapi sejauh ini telah menghindari deteksi di Bumi, meskipun telah dilakukan percobaan selama beberapa dekade. Komponen kunci dari pencarian ini adalah asumsi tentang densitas lokal materi gelap, yang menentukan jumlah partikel materi gelap yang melewati detektor pada waktu tertentu, dan karenanya sensitivitas eksperimental. Dalam beberapa model, kerapatan ini bisa jauh lebih tinggi dari yang biasanya diasumsikan. Materi gelap juga bisa menjadi lebih terkonsentrasi di beberapa wilayah dibandingkan wilayah lainnya.
Salah satu kelas pencarian eksperimental yang penting adalah yang menggunakan atom atau nucleus. Sebab ini telah mencapai kepekaan yang luar biasa terhadap sinyal materi gelap. Hal ini dimungkinkan, sebagian, karena ketika partikel materi gelap memiliki massa yang sangat kecil, mereka menyebabkan osilasi dalam konstanta alam. Osilasi ini, misalnya dalam massa elektron atau kekuatan interaksi gaya elektromagnetik dapat mengubah energi transisi atom dan nuklei dengan cara yang dapat diprediksi.
Tim peneliti internasional, Kavli Institute for the Physics and Mathematics of the Universe (Kavli IPMU) Project Researcher Joshua Eby, University of California, Irvine, Postdoctoral Fellow Yu-Dai Tsai, dan University of Delaware Professor Marianna S. Safronova, melihat potensi dalam sinyal berosilasi ini. Mereka mengeklaim bahwa di wilayah tertentu tata surya, antara orbit Merkurius dan Matahari, kepadatan materi gelap mungkin sangat besar. Tentu saja ini berarti kepekaan luar biasa terhadap sinyal berosilasi.
Baca juga: Mengenal Centaur Benda Langit Gabungan antara Asteroid dan Komet
Sinyal-sinyal ini dapat diambil oleh jam atom, yang beroperasi dengan hati-hati mengukur frekuensi foton yang dipancarkan dalam transisi keadaan berbeda dalam atom. Materi gelap ultra-ringan di sekitar eksperimen jam dapat memodifikasi frekuensi tersebut, karena osilasi materi gelap sedikit meningkat dan menurunkan energi foton.
Menurut Joshua Eby, “Semakin banyak materi gelap di sekitar percobaan, maka semakin besar osilasi ini. Sehingga kepadatan lokal materi gelap sangat penting saat menganalisis sinyal.” Sementara kerapatan yang tepat dari materi gelap di dekat Matahari tidak diketahui, para peneliti berpendapat bahwa bahkan pencarian dengan sensitivitas yang relatif rendah dapat memberikan informasi yang penting.
Kepadatan dari materi gelap hanya dibatasi di tata surya oleh informasi tentang orbit planet. Di wilayah antara Matahari dan Merkurius, planet terdekat Matahari, hampir tidak ada kendala. Jadi, pengukuran di pesawat ruang angkasa dapat dengan cepat mengungkap batasan materi gelap terdepan di dunia dalam model ini.