RUANGANGKASA.COM – Tiap malam, jika langit cerah bintang-bintang akan terlihat dengan sinarnya yang cemerlang, meski terlihat sangat kecil, sebenarnya ukuran bintang-bintang tersebut sangatlah besar. Mereka tampak kecil karena jaraknya sangat jauh dari Bumi, tetapi pada kenyataanya ukurannya bisa mencapai ribuan hingga ratusan juta kali lebih besar daripada Matahari. Pernakah Anda membayangkan jika bintang meledak? Apa yang akan terjadi, dan bagaimana proses meledaknya bintang hingga terjadi supernova? Untuk itulah, kali ini kita akan membahas tentang bagaimana bintang dapat meledak hingga terjadi supernova, berikut ulasannya:
Bintang memiliki siklus kehidupan meskipun bukan makhluk hidup, siklus kehidupan bintang yang hampir mirip seperti manusia: Bintang-bintang dilahirkan, menjalani kehidupan, lalu kemudian mati. Yang dimaksud “hidup” di sini bukan berarti bintang itu bisa bernapas, berbicara melainkan bintang dianggap “hidup” ketika ia aktif menggabungkan unsur-unsur yang lebih ringan menjadi yang lebih berat di intinya, yang mana proses ini disebut sebagai fusi nuklir.
Fusi nuklir merupakan proses yang menciptakan energi pada bintang, yang mana keluaran energinya adalah panas. Itulah mengapa bintang bisa menyala panas bagaikan api di ruang angkasa padahal di sana tidak ada oksigen. Untuk dapat menyala, bintang tidak perlu oksigen sama sekali. Fusi nuklir juga memberikan tekanan keluar. Tekanan inilah yang menahan bintang untuk bisa melawan gaya gravitasinya sendiri yang sangat besar, yang selalu mencoba mendorongnya ke dalam, membuatnya runtuh.

Fase kehidupan bintang dikenal sebagai “deret utama”. Bintang-bintang yang terdiri dari berbagai ukuran massa di alam semesta menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan menggabungkan hidrogen menjadi helium. Saat semua hidrogen yang ada pada inti bintang deret utama habis karena semuanya sudah diubah menjadi helium, bintang tersebut akan mulai melakukan fusi helium menjadi unsur yang lebih berat lagi, yakni karbon. Selang beberapa juta tahun, helium di inti bintang deret utama tersebut pada akhirnya akan habis juga. Untuk bisa tetap bertahan “hidup”, sebuah bintang harus cukup panas untuk mampu menggabungkan karbon yang sudah terbentuk di intinya.
Namun sayangnya, hanya bintang-bintang yang beratnya lebih dari sekitar 8 kali massa Matahari yang dapat melakukan hal tersebut tanpa masalah. Di sepanjang hidupnya, mereka akan melakukan fusi hidrogen, kemudian helium, karbon, oksigen, silikon, dan seterusnya … sampai di intinya hanya tersisa unsur paling berat, yakni besi. Karena merupakan unsur paling berat dalam tabel periodik, besi tidak dapat melepaskan energi saat bintang mencoba menggabungkannya dalam fusi nuklir. Itu berarti, alih-alih menghasilkan tekanan tambahan untuk melawan gravitasinya, bintang pada tahap ini sudah tidak kuat lagi. Dengan kata lain, tidak ada lagi tekanan keluar pada bintang untuk dapat melawan tekanan ke dalam dari gravitasinya sendiri. Yang terjadi selanjutnya adalah, hancur.
Sementara itu, bintang dengan massa lebih dari 10 kali massa Matahari akan memiliki nasib berbeda. Runtuhnya lapisan terluar bintang saat supernova terjadi begitu kuat sehingga bahkan inti neutron tidak bisa terbentuk. Dengan kata lain, yang terbentuk adalah lubang hitam, sebuah area di ruangwaktu yang begitu kecil tetapi amat sangat luar biasa padat sehingga bahkan cahaya tidak dapat lepas dari cengkeraman gravitasinya.
Setelah masing-masing jenis bintang ini berevolusi, tahap supernova tidak berhenti sampai di situ saja. Supernova memainkan peran penting dalam program “daur ulang kosmis” yang luar biasa. Hampir semua elemen di alam semesta yang lebih berat daripada hidrogen dan helium diciptakan baik di inti bintang selama masa hidupnya dan dari hasil ledakan supernova.

Siklus kehidupan bintang pun dimulai kembali dalam nebula. Awan debu dan gas pada nebula dapat runtuh, membentuk protobintang, lalu mulai melakukan fusi hidrogen sehingga bersinar sebagai bintang sejati.