back to top

Matahari Menjadi Lubang Hitam, Apakah bisa? Berikut Penjelasannya

Ruangangkasa.com – Matahari adalah bintang di pusat tata surya, salah satu dari sekitar 100 miliar bintang di Galaksi Bima Sakti. Matahari merupakan bintang, terlahir dari awan debu yang berputar dan menggumpal membentuk protobintang matahari. Dikutip dari Space.com, protobintang adalah bola hidrogen dan helium yang belum ditenagai oleh fusi.

Dalam waktu sekitar 5 miliar tahun kdepan, Matahari akan mencapai masa akhir hidupnya. Bintang yang menjadi menjadi pusat Tata Surya ini akan kehabisan bahan bakar nuklir dan tidak lagi mampu menopang melawan gravitasinya sendiri. Akibatnya, lapisan luar Matahari akan menyebar, sementara intinya akan runtuh menjadi sangat padat dan meninggalkan sisa-sisa bintang. Tidak cukup sampai situ, jika keruntuhan gravitasi inti bintang selesai, sisa bintang akan menjadi lubang hitam.

Baca juga: Menemukan Lubang Hitam

Lubang hitam atau black hole adalah suatu wilayah ruang dan waktu dengan pengaruh gravitasi yang begitu besar, sehingga cahaya pun tidak dapat lepas dari cengkeramannya. Apakah Matahari akan berakhir sebagai lubang hitam ketika mati nanti?

Apakah Matahari akan menjadi lubang hitam ?

lubang hitam
Photo by BoliviaInteligente on Unsplash

Pakar lubang hitam dan profesor fisika di Universitas Sussex di Inggris mengatakan Matahari tidak memiliki kemampuan untuk menjadi lubang hitam.

“Sederhananya, Matahari tidak cukup berat untuk menjadi lubang hitam,” katanya.

Menurut Calmet ada beberapa kondisi yang memengaruhi apakah sebuah bintang dapat menjadi lubang hitam. Mulai dari komposisinya, rotasinya, dan proses yang mengatur evolusinya. Tetapi persyaratan utamanya adalah jumlah massa yang tepat.

“Bintang dengan massa awal lebih besar dari 20 hingga 25 kali massa Matahari kita baru bisa berpotensi mengalami keruntuhan gravitasi yang diperlukan untuk membentuk lubang hitam,” kata Calmet.

Baca juga: Ketika Dua Bintang Saling Bertabrakan

Menurut penejlasan dari NASA, lubang hitam bermassa bintang pada umumnya tiga hingga 10 kali lebih berat dari Matahari, namun ukurannya bisa mencapai 100 kali Matahari. Ukuran masif ini diperoleh karena memakan gas dan debu di dekatnya, dan bahkan tubuh bintang pendampingnya jika dulunya termasuk dalam sistem biner.

Akhir dari Matahari

matahari
Photo by NASA on Unsplash

Saat sebuah inti bintang kehabisan bahan bakar nuklir, maka fusi nuklir hidrogen menjadi helium, masih terjadi di lapisan terluarnya. Jadi, saat inti bintang runtuh, lapisan terluarnya mengembang dan memasuki apa yang dikenal sebagai fase raksasa merah.

Ketika Matahari menjadi raksasa merah dalam waktu sekitar 6 miliar tahun, Matahari akan meluas hingga mengelilingi orbit Mars dan akan menelan planet-planet bagian dalam, mungkin termasuk Bumi. Lapisan luar raksasa merah kemudian akan mendingin seiring waktu dan menyebar membentuk nebula planet di sekitar inti Matahari yang membara.

Sementara itu bintang masif yang menciptakan lubang hitam mengalami beberapa peride keruntuhan dan perluasan, dan kehilangan lebih banyak massa setiap saat. Hal itu karena pada tekanan dan suhu yang tinggi, bintang-bintang dapat memadukan unsur-unsur yang lebih berat.

Baca juga: Lubang Hitam Misteri Jagad Raya

Proses tersebut berlanjut hingga inti bintang yang terbuat dari besi dan bintang tersebut meledak dalam supernova. Namun, Matahari tidak akan pernah mencapai tahap peleburan besi. Sebaliknya, Matahari akan menjadi katai putih, bintang padat seukuran Bumi. Atau dengan kata lain Matahari tidak akan menjadi lubang hitam setelah mati.