Ruangangkasa.com – Kondisi tubuh manusia saat berada di ruang angkasa mengalami sejumlah perubahan yang signifikan akibat lingkungan yang sangat berbeda dari Bumi. Pada saat astronot melangkah keluar dari lingkungan bumi, tubuh manusia harus beradaptasi dengan kondisi baru yang unik. Kali ini Ruangangkasa.com akan mengulas perubahan dan tantangan utama yang dihadapi tubuh manusia ketika berada di ruang angkasa.
Suhu di Luar Angkasa

Dikutip dari laman Harvard University, seperti yang kita ketahui bahwa di luar angkasa memiliki suhu yang sangat dingin, bahkan banyak film fiksi ilmiah tentang luar angkasa yang menggambarkan suhu udara di luar angkasa dingin . Namun pada kenyataanya, luar angkasa itu sendiri tidak memiliki suhu.
Suhu merupakan hasil dari energi panas dalam materi dan ruang angkasa tidak memiliki materi. Oleh karena itu, jika seseorang berada di luar angkasa tanpa pakaian antariksa, mereka mungkin akan merasa sedikit hangat jika terkena sinar Matahari langsung atau bahkan merasa sejuk jika terlindung dari sinar Matahari.
Baca juga: 4 Kisah Inspiratif Manusia di Ruang Angkasa
Hal ini terjadi dikarenakan adanya perpindahan panas yang terjadi melalui radiasi termal. Radiasi termal adalah sinar panas dari radiasi elektromagnetik yang dikeluarkan oleh permukaan benda karena suhunya yang tinggi.
Dampak Paparan Ruang Hampa Udara

Meski bisa merasakan panas karena sinar Matahari di luar angkasa, bukan berarti tubuh manusia aman tanpa menggunakan pakaian khusus. Sebab, ada paparan ruang hampa udara yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.
Setelah mengalami dekompresi dalam ruang hampa, udara dalam paru-paru manusia akan melebar secara tiba-tiba, hingga menyebabkan pecahnya paru-paru. Tentunya kejadian tersebut akan menyebabkan kondisi fatal yang disebut ebulisme, di mana penurunan tekanan lingkungan menyebabkan air dalam tubuh berubah menjadi uap. Kondisi ini dapat menyebabkan pembengkakan jaringan dan bahkan emboli akibat penyumbatan pembuluh darah oleh gelembung gas.
Baca juga: 5 Fenomena Matahari Serta Dampaknya Bagi Kehidupan Di Bumi
Akibat kondisi tersebut membuat manusia harus bergantung pada pasokan oksigen secara terus-menerus, dan ini menjadi faktor pembatas saat berada di ruang hampa udara.
Ketika seseorang terpapar pada ruang hampa udara, oksigen berdifusi keluar dari aliran darah, menyebabkan kondisi yang disebut hipoksia, yaitu kekurangan oksigen. Dalam waktu 15 detik, darah akan mulai terdeoksigenasi, mengakibatkan ketidaksadaran dalam waktu singkat.
Dampak Jangka Panjang yang Dialami Manusia ketika di Ruang Angkasa
Di ruang angkasa, elain mengalami efek akut, juga ada dampak jangka panjang dari perjalanan luar angkasa pada tubuh manusia. Hal ini terutama disebabkan oleh gaya gravitasi mikro di luar angkasa yang sangat kecil.
Tubuh manusia telah berevolusi untuk berfungsi di bawah gravitasi Bumi. Sehingga ketiadaan gravitasi dapat memengaruhi berbagai sistem tubuh manusia.
1. Pembengkakan pada Wajah
Akibat tanpa adanya gaya gravitasi, cairan tubuh manusia akan mengalir ke bagian atas tubuh dan menyebabkan pembengkakan wajah dan penurunan lingkar kaki. Fenomena ini dikenal sebagai “wajah bengkak” atau “kaki burung.”
2. Penyusutan pada Otot
Lebih dari separuh otot manusia melawan gaya gravitasi Bumi. Oleh karena itu, di luar angkasa, tubuh manusia akan cenderung terjadi atrofi otot yang signifikan dengan hilangnya massa otot hingga 50% pada beberapa astronot.
3. Osteopenia
Kehilangan gravitasi juga menyebabkan penurunan demineralisasi tulang terjadi karena berkurangnya beban pada tulang belakang dan tulang kaki atau osteopenia. Tulang menjadi kurang padat dan lebih rentan terhadap patah tulang.
4. Gangguan Sensorimotor
Sistem vestibular dan sensorimotor, yang mengendalikan keseimbangan dan koordinasi motorik manusia, juga ikut terpengaruh oleh ketiadaan gravitasi yang menyebabkan manusia mengalami mabuk perjalanan atau disorientasi.
5. Radiasi Kosmik
Astronot akan terkena paparan radiasi yang berbahaya dari sinar kosmik di luar angkasa. Sehingga hal Ini dapat menyebabkan mutasi DNA, kerusakan sel otak, serta memicu risiko kanker.
Baca juga: Astronot Terlama di Luar Angkasa
Akibat dari dampak jangka panjang ini, para ilmuwan terus mengembangkan teknologi yang dapat mengakomodasi keterbatasan manusia saat perjalanan luar angkasa dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Penelitian ini menitikberatkan pada teknologi seperti gravitasi buatan dan mengurangi paparan radiasi yang akan digunakan dalam misi perjalanan menuju Mars lebih cepat di masa yang akan mendatang.